Berhaji.com
Pendiri dua ormas keagamaan besar di Indonesia yakni Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah juga sempat mempelajari agama saat sedang melaksanakan ibadah haji. KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy`ari belajar dengan guru yang sama saat berada di Makkah.
Dalam buku Satu Abad Muhammadiyah diterangkan, KH Ahmad Dahlan lahir di Kampung Kauman, Yogyakarta 1868 dengan nama Muhammad Darwis.
Muhammad Darwis yang sudah tumbuh dewasa terus belajar ilmu agama maupun ilmu lain dari guru-guru yanglain, termasuk ulama di Arab Saudi ketika ia sedang menunaikan ibadah haji.
Ia pernah belajar ilmu hadits kepada Kiai Mahfudh Termas dan Syekh Khayat, belajar ilmu qiraah kepada Syekh Amien dan Sayid Bakri Syatha, belajar ilmu falak kepada KH Dahlan Semarang, dan ia juga pernah belajar kepada Syekh Hasan tentang mengatasi racun binatang.
Menurut beberapa catatan, kemampuan intelektual Muhammad Darwis semakin berkembang setelah menunaikan ibadah haji pertama pada tahun 1890, beberapa bulan setelah perkawinannya dengan Siti Walidah pada 1889.
Pemikiran baru yang ia pelajari selama bermukim di Makkah kurang lebih delapan bulan, telah membuka cakrawala baru dalam diri Muhammad Darwis yang telah berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada 1903, Ahmad Dahlan menunaikan ibadah haji kedua dan bermukim di Makkah selama hampir dua tahun. Kesempatan ini digunakan Ahmad Dahlan untuk belajar ilmu agama Islam, baik dari para guru ketika ia menunaikan ibadah haji pertama maupun dari guru-guru yang lain. Ia belajar fikih kepada Syekh Saleh Bafadal, Syekh Sa`id Yamani, dan Syekh Sa`id Babusyel.
Selain itu, selama bermukim di Makkah, Ahmad Dahlan secara reguler mengadakan hubungan dan membicarakan berbagai masalah sosial-keagamaan, termasuk masalah yang terjadi di Indonesia, dengan para ulama Indonesia yang telah lama bermukim di Arab Saudi, seperti Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau, kiai Nawawi dari Banten, Kiai Mas Abdullah dari Surabaya dan Kiai Fakih dari Maskumbang.
Adapun KH Hasyim Asy`ari melakukan perjalanan ibadah haji pertamanya saat berumur 21 tahun. Tidak lama setelah menikah, Hasyim bersama istrinya berangkat ke Makkah guna menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan di sana, Hasyim kembali ke Tanah Air, sesudah istri dan anaknya meninggal.
Pada 1893, ia berangkat lagi ke Tanah Suci. Sejak itulah ia menetap di Makkah selama 7 tahun dan berguru kepada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Mahfudh at-Tarmasi, Syekh Ahmad Amin al-Aththar, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Said Yamani, Syekh Rahmaullah, Syekh Sholeh Bafadhal, Sayid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad as-Saqqaf, dan Sayyid Hussein al-Habsyi.
Kemampuannya dalam ilmu hadits, diwarisi dari gurunya, Syekh Mahfudh at-Tarmisi di Makkah. Selama tujuh tahun Hasyim berguru kepada Syekh ternama asal Pacitan, Jawa Timur itu, seperti dikutip dari harian republika. Di samping Syekh Mahfudh, Hasyim juga menimba ilmu kepada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabau. Kepada dua guru besar itu pulalah Kiai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, berguru.
Jadi, antara KH Hasyim Asy`ari dan KH Ahmad Dahlan sebenarnya tunggal guru. Yang perlu ditekankan, saat Hasyim belajar di Makkah, Muhammad Abduh sedang giat-giatnya melancarkan gerakan pembaruan pemikiran Islam.